Cerita Nakhoda Kapal Penyeberangan yang Tenggelam di Butneg, Sempat Selamatkan Beberapa Penumpang

Nakhoda kapal penyeberangan antar-desa di Kabupaten Buton Tengah (Buteng) yang tenggelam di Teluk Banggai, Mawasangka Timur inisial S ternyata sempat menyelamatkan anak kandungnya yang ikut dalam penyeberangan dari Desa Lakorua menuju Desa Lagili, pada Senin (24/7) sekitar pukul 00.20 WITA.

S di Kendari Jumat, bercerita bahwa dia beroperasi pada malam kejadian itu hanya untuk mengantar para penumpang dengan tujuan untuk menyaksikan konser yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buteng dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-9.

Awal peristiwa kecelakaan kapal yang mengakibatkan sebanyak 15 orang meninggal dunia itu bermula saat S dipanggil untuk mengantar para penumpang dari Desa Lagili, Kecamatan Mawasangka Timur menuju Desa Lakorua, Kecamatan Mawasangka Tengah, Kabupaten Buteng. Saat penyeberangan awal tersebut berjalan lancar dan para penumpang langsung turun dan pergi ke tempat konser, sementara S menunggu para penumpang tersebut di dermaga.

“Waktu itu kan malam, karena anak-anak (penumpang) pergi nonton, malam itu saja waktu sa antar itu, kalau malam jarang (orang menyeberang)

waktu pertama itu saya antar selamat, sebanyak itu juga. Saya menunggu, mereka bilang tunggu saya, saya bilang iya saya tunggu,” kata S.

Seusai para penumpang itu nonton konser, mereka kembali ke dermaga dengan niat hendak kembali ke desa mereka, yakni Desa Lagili. Sebanyak 69 orang penumpang tersebut kemudian kembali menaiki kapal pincara milik S. Saat itu, karena melihat para penumpang yang naik, S sempat melarang mereka, namun para penumpang tersebut tak menghiraukan larangan nakhoda kapal dan tetap naik ke atas perahu.

“Saya bilang sudah-sudah, dia bilang cuman sendiriku,” ujarnya.

Setelah semua penumpang naik, S tak punya pilihan lain selain mengemudikan kapal untuk kembali ke desanya. Namun, saat di tengah laut menuju Desa Lagili, S melihat tali bagang yang melintang. Dirinya mencoba menghindar dengan memutar haluan ke arah kiri dan ia langsung mematikan mesin kapalnya, setelah melewati bagang tersebut, mesin kapal kembali dihidupkan. Akan tetapi, S melihat kondisi kapal sudah tidak memungkinkan untuk sampai ke dermaga Desa Lagili.

“Waktu saya menyeberang itu ada bagan, tali bagang yang melintang di tengah laut, habis itu saya lihat, saya menghindar sebelah kiri, habis itu saya jalan kasih mati mesin, sudah lewat tali baru saya kasih jalan lagi. Habis itu saya belok sedikit, tinggal 20 meter lagi kah jembatan Lagili itu, saya bilang kondisi kapal sudah goyang, sudah miring ke kiri,”  ungkapnya.

Saat kapal akan terbalik, S langsung menyampaikan kepada seluruh penumpang agar tetap berpegang di kapal dan jangan melepaskannya. Namun naas, karena para penumpang yang banyak, timbul kepanikan sehingga membuat para penumpang saling tarik-menarik.

 

Barang bukti milik korban yang meninggal dunia yang disita polisi.

“Habis itu, sudah miring (kapal), saya bilang, kasih tau anak-anak (penumpang) berpegang di bodi (sebutan warga Lagili untuk kapal penyeberangan antar-desa) jangan kasih lepas, tapi bagaimana kah sudah banyak orang itu baku tarik-tarik, sudah panik habis itu,” bebernya.

Setelah kapal yang terbalik, S tiba-tiba mengingat bahwa dalam rombongan penumpang itu ada anak kandungnya yang masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dia kemudian memanggil-manggil nama anaknya. Bernasib baik, sang anak kemudian menyahuti panggilan ayahnya dan berhasil diselamatkan oleh S.

“Saya teringat ada anakku waktu malam itu yang ikut penyeberangan, habis itu dia jawab anakku, bapak cepat di sini saya, saya pergi dan selamatkan,” ucap S.

Tak hanya anak kandungnya, S juga kemudian kembali berenang ke arah kapalnya dan menyelamatkan para penumpang yang pingsan di tengah laut dengan cara membopongnya hingga ke darat.

“Saya pergi pikul-pikul yang pingsan itu baru saya antar ke atas (daratan),” jelasnya.

S mengatakan bahwa dirinya telah menjadi pembawa kapal penyeberangan antar-desa di wilayah tersebut selama kurang lebih empat tahun dengan membanderol harga per orang sebesar Rp5 ribu untuk sekali penyeberangan orang dan Rp25 ribu untuk motor.

“Kalau empat orang Rp5 ribu, kalau motor Rp25 ribu,” sebut S.

 

Penyelidikan Polisi

Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Buteng, Polda Sultra yang mengetahui peristiwa kapal penyeberangan antar-desa yang tenggelam itu langsung mendatangi Desa Lagili dan memulai penyelidikan yang mengakibatkan sebanyak 15 orang meninggal dunia.

Dimulai dari pemeriksaan dan pengambilan Berita Acara Pemeriksaan atau BAP dari nakhoda kapal inisial S dan langsung mengamankannya di Polres Buteng.

“Untuk BAP (berita acara pemeriksaan) sudah kami lakukan di Polres Buteng. Kami belum lakukan penahanan, statusnya masih kami amankan di Polres Buteng,” kata Kasat Reskrim Polres Buteng Iptu Sunarton.

Tak lama kemudian, kasus penyelidikan kapal penyeberangan yang tenggelam tersebut kemudian dilimpahkan ke Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Dit Polairud) Polda Sultra. Namun, meski telah dialihkan penyelidikannya, pemeriksaan para saksi tetap dilakukan di Polres Buteng dengan cara menurunkan tim penyidik Dit Polairud di tempat tersebut.

“Untuk penanganan kasusnya, atas koordinasi kami dengan Direktorat Polair Polda Sultra, kami limpahkan ke Direktorat,” lanjut Sunarton.

Empat hari pasca tenggelamnya kapal penyeberangan itu, Dit Polairud kemudian melakukan konferensi pers penetapan tersangka dalam kasus tersebut. Dalam hal ini, nakhoda kapal tersebut inisial S yang ditetapkan sebagai tersangka, karena kelalaiannya yang mengakibatkan sebanyak 15 orang meninggal dunia.

Direktur Polairud Polda Sultra Kombes Pol Faisal Florentinus Napitupulu mengungkapkan bahwa tenggelamnya kapal tersebut berawal pada Senin (24/7) sekitar pukul 00.20 WITA yang disebabkan oleh kelebihan muatan dan kapal yang tidak layak  untuk digunakan berlayar.

“Bertempat di Teluk Banggai, antara Desa Lagili dan Desa Lanto, Kecamatan Mawasangka Timur, kabupaten Buteng, telah terjadi tindak pidana pelayaran, yakni Laka (Kecelakaan) laut dan atau kesalahannya menyebabkan orang lain meninggal dunia, yang disebabkan oleh kapasitas dengan menggunakan jenis perahu pincara yang mengantar penumpang dari Desa Lakoruaa, Kecamatan Mawasangka Tengah menuju Desa Lagili,Kecamatan Mawasangka Timur,” beber Faisal.

Dia juga menyebutkan bahwa kapal penyeberangan tersebut memuat sebanyak 69 orang penumpang, yang menurut pengamatan bahwa kapal tersebut hanya bisa untuk mengangkut sebanyak 20 orang penumpang saja.

“Jumlah penumpang ini sekitar 69 orang dengan rincian 66 orang warga Desa Lagili dan tiga orang dari Desa Wambuloli , dari kelayakan perahunya ini tidak layak, ditambah lagi kelebihan muatan,” sebutnya.

Ia membeberkan bahwa dalam penyelidikan tersebut, pihaknya berhasil menyita sejumlah barang bukti berupa

Faisal menuturkan bahwa S bakal dijerat dengan Pasal 302 ayat 1 dan 3 Jo Pasal 117 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia (RI) No.17 tahun 2008 tentang pelayaran dan atau Pasal 359 KUHP.

“Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara atau denda paling banyak Rp1,5 miliar,” sebut Faisal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like